Selasa, 25 November 2008

COOPERATIVE LEARNING

COOPERATIVE LEARNING

Cooperative mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama (Hamid Hasan,1996). Dalam kegiatan kooperatif, mahasiswa secara individual mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya. Jadi, belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan mahasiswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut (Johnson, et al., 1994; Hamid Hasan, 1996). Sehubungan dengan pengertian tersebut, Slavin (1984) mengatakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok–kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik yang secara individual maupun secara kelompok.

Pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau prilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai suatu stuktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok .

Cooperative learning lebih dari sekadar belajar kelompok atau kelompok kerja, karena belajar dalam model cooperative learning harus ada “sturuktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif” sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi yang efektif di antara anggota kelompok (Slavin, 1983; Stahl, 1994). Di samping itu, pola hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk berhasil berdasarkan kemampuan dirinya secara individual dan sumbangsih dari anggota lainnya selama mereka belajar secara bersama-sama dalam kelompok. Stahl (1994) mengatakan bahwa model pembelajaran cooperative learning menempatkan siswa sebagai bagian dari suatu system kerja sama dalam mencapai suatu hasil yang optimal dalam belajar. Model pembelajaran ini berangkat dari asumsi mendasar dalam kehidupan masyarakat, yaitu “getting better together”, atau “raihlah yang lebih baik secara bersama-sama” (Slavin, 1992).

Aplikasinya di dalam pembelajaran di kelas, model pembelajaran ini mengetengahkan realita kehidupan masyarakat yang dirasakan dan dialami oleh siswa dalam kesehariannya, dengan bentuk yang disederhanakan dalam kehidupan kelas. Model pembelajaran ini memandang bahwa keberhasilan dalam belajar bukan semata-mata harus diperoleh dari guru, melainkan bisa juga dari pihak lain yang terlibat dalam pembelajaran itu, yaitu teman sebaya.

Keberhasilan belajar menurut model belajar ini bukan semata-mata ditentukan oleh kemampuan individu secara utuh, melainkan perolehan belajar itu akan semakin baik apabila dilakukan secara bersama-sama dalam kelompok-kelompok belajar kecil yang terstruktur dengan baik. Melalui belajar dari teman yang sebaya dan di bawah bimbingan guru, maka proses penerimaan dan pemahaman siswa akan semakin mudah dan cepat terhadap materi yang dipelajari.

Model belajar cooperative learning merupakan suatu model pembelajaran yang membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan bekerja secara bersama-sama di antara sesama anggota kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas, dan perolehan belajar. Cooperative learning is more effective in increasing motive and performance students (Michaels, 1977). Model belajar cooperative learning mendorong peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan yang ditemui selama pembelajaran, karena siswa dapat bekerja sama dengan siswa lain dalam menemukan dan merumuskan alternatif pemecahan terhadap masalah materi pelajaran yang dihadapi.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka dalam pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning, pengembangan kualitas diri mahasiswa terutama aspek afektif siswa dapat dilakukan secara bersama-sama. Belajar dalam kelompok kecil dengan prinsip cooperative sangat baik digunakan untuk mencapai tujuan belajar, baik yang sifatnya kognitif, afektif, maupun konatif (Hamid Hasan, 1996; Kosasih, 1994). Suasana belajar yang berlangsung dalam interaksi yang saling percaya, terbuka, dan rileks di antara anggota kelompok memberikan kesempatan bagi siswa untuk memperoleh dan memberi masukan di antara mereka untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, dan moral, serta keterampilan yang ingin dikembangkan dalam pembelajaran.

Secara umum, pola interaksi yang bersifat terbuka dan langsung di antara anggota kelompok sangat penting bagi siswa untuk memperoleh keberhasilan dalam belajarnya. Hal ini dikarenakan setiap saat mereka akan melakukan diskusi; saling membagi pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan; serta saling mengoreksi antar sesama dalam belajar. Tumbuhnya rasa ketergantungan yang positif di antara sesama anggota kelompok menimbulkan rasa kebersamaan dan kesatuan tekad untuk sukses dalam belajar. Hal ini terjadi karena dalam cooperative learning siswa diberikan kesempatan yang memadai untuk memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan untuk melengkapi dan memperkaya pengetahuan yang dimiliki dari anggota kelompok belajar lainnya dan guru.

Suasana belajar dan rasa kebersamaan yang tumbuh dan berkembang di antara sesama anggota kelompok memungkinkan siswa untuk mengerti dan memahami materi pelajaran dengan lebih baik. Proses pengembangan kepribadian yang demikian, juga membantu mereka yang kurang berminat menjadi lebih bergairah dalam belajar (Hamid Hasan, 1996; Kosasih, 1992; Stahl, 1994). Siswa yang kurang bergairah dalam belajar akan dibantu oleh siswa lain yang mempunyai gairah lebih tinggi dan memiliki kemampuan untuk menerapkan apa yang telah dipelajarinya. Suasana belajar seperti itu, di samping proses belajarnya berlangsung lebih efektif, juga akan terbina nilai-nilai lain (nurturant values) yang sesuai dengan tujuan pendidikan, yaitu nilai gotong royong, kepedulian sosial, saling percaya, kesediaan menerima dan memberi, dan tanggung jawab siswa, baik terhadap dirinya maupun terhadap anggota kelompoknya. Dalam kelompok belajar tersebut, sikap, nilai, dan moral dikembangkan secara mendasar (Hamid Hasan, 1996). Belajar secara kelompok dalam model pembelajaran ini merupakan miniatur masyarakat yang diterapkan dalam kehidupan di kelas yang akan melatih siswa untuk mengembangkan dan melatih mereka menjadi anggota masyarakat yang baik.



Tidak ada komentar: